Broken Money

August 17, 2025

Uang adalah fondasi dari hampir seluruh aktivitas manusia. Ia menjadi medium untuk bertukar barang dan jasa, menyusun kontrak, menyimpan daya beli, hingga mengkoordinasikan kegiatan ekonomi. Namun, Lyn Alden berargumen bahwa sistem uang dan perbankan modern saat ini telah “rusak” secara struktural. Kerusakan ini tidak hanya muncul di negara berkembang dengan inflasi tinggi, melainkan juga di negara maju yang tampak stabil.


Dari Barter ke Kredit Sosial

Pada awal peradaban, barter adalah metode pertukaran utama. Namun, barter memiliki kelemahan besar: sulit menemukan kebutuhan yang cocok secara bersamaan (double coincidence of wants).

Misalnya, aku punya tombak, kamu punya bulu. Jika aku butuh bulu tapi kamu tidak butuh tombak, barter gagal. Semakin banyak barang yang diproduksi, semakin rumit pula kemungkinan barter ini berhasil. Dalam masyarakat dengan 100 jenis barang, ada hampir 5.000 kombinasi barter unik yang harus dipertimbangkan—nyaris mustahil dijalankan secara efisien.

Untuk mengatasi masalah ini, manusia menciptakan kredit sosial.

  • Dalam keluarga atau komunitas kecil, orang saling membantu dengan keyakinan suatu saat akan dibalas.
  • Hadiah, pertolongan, atau utang jasa menjadi bentuk awal dari “uang sosial”.
  • Reputasi dan ingatan kolektif masyarakat berfungsi sebagai buku besar tak tertulis yang mencatat siapa memberi dan siapa berutang.

Namun, kredit sosial rapuh ketika masyarakat bertambah besar. Butuh sistem yang lebih formal dan bisa dipercaya.


Dari Kredit Formal ke Komoditas

Ketika masyarakat semakin kompleks, muncul kredit formal. Contohnya:

  • Tukang roti bisa mengeluarkan “kredit roti”, janji tertulis untuk menukar roti di masa depan.
  • Jika tukang daging percaya janji itu, transaksi bisa terjadi meskipun tidak ada barang nyata saat itu juga.

Tetapi kredit formal mengandung risiko besar: jika si pemberi janji bangkrut, kredit itu tidak berharga.

Karena itulah, manusia beralih ke komoditas sebagai uang. Komoditas ideal adalah sesuatu yang:

  • Tahan lama
  • Portabel
  • Bisa dibagi
  • Langka
  • Diinginkan banyak orang

Perhiasan cangkang, garam, bahkan biji kakao pernah digunakan. Namun emas dan perak menjadi standar terbaik. Keduanya sulit dipalsukan, langka, tahan lama, dan bisa dibagi kecil-kecil.

Seiring waktu, emas dan perak dicetak menjadi koin dengan berat dan kemurnian standar. Koin ini mempermudah verifikasi, mempercepat perdagangan, dan akhirnya mendominasi bentuk uang di berbagai kerajaan.


Uang Sebagai Buku Besar

Pada tahap ini, uang memiliki dua bentuk:

  • Uang Komoditas: emas, perak, atau barang nyata lain yang nilainya dijaga oleh hukum alam.
  • Uang Kredit: catatan janji (lisan atau tertulis) yang dikeluarkan antar pihak.

Keduanya berfungsi sebagai buku besar bersama:

  • Uang komoditas: buku besar alami, nilainya nyata dan terbatas.
  • Uang kredit: buku besar buatan manusia, fleksibel tetapi bergantung pada kepercayaan.

Kebangkitan Perbankan

Dengan berkembangnya perdagangan, muncul inovasi perbankan.

  • Di Timur Tengah dan Afrika Utara, ada sistem Hawala. Pedagang menitipkan emas pada agen lokal (Hawaladar), dan rekannya di kota lain menyerahkan nilai yang sama kepada penerima. Uang bisa berpindah tanpa emas fisik ikut dibawa.
  • Di Eropa, pembukuan double-entry diciptakan di era Renaissance. Setiap transaksi dicatat ganda (debit-kredit), menciptakan sistem akuntansi modern. Mesin cetak mempercepat penyebaran, lahirlah cek, wesel, dan surat kredit yang lebih kompleks.

Bank muncul sebagai penyimpan emas masyarakat. Sebagai gantinya, mereka mengeluarkan catatan kertas yang lebih praktis. Catatan ini bisa ditukar kembali dengan emas kapan saja. Inilah cikal bakal uang kertas.


Cadangan Fraksional: Janji yang Rapuh

Namun, bankir segera menyadari sesuatu: tidak semua orang menukar catatan kertasnya dengan emas pada waktu yang sama. Maka, mereka hanya menyimpan sebagian kecil cadangan emas, sisanya dipinjamkan.

Praktik ini disebut perbankan cadangan fraksional. Hasilnya:

  • Satu keping emas bisa melahirkan banyak klaim kertas.
  • Kredit berkembang pesat, ekonomi tumbuh cepat.
  • Tapi sistem sangat rapuh: jika terlalu banyak orang menarik simpanannya, bank runtuh.

Krisis berulang kali terjadi. Setiap kali, kepercayaan hancur. Dari sini lahir kebutuhan akan lembaga yang lebih besar: bank sentral.


Lahirnya Bank Sentral

Bank sentral diciptakan untuk:

  • Menjadi penyelamat terakhir (lender of last resort) bagi bank-bank yang kolaps.
  • Menyediakan dana besar bagi pemerintah, terutama saat perang.

Namun ini melahirkan paradoks baru. Setiap kali ada krisis atau defisit, bank sentral cukup “mencetak uang baru”. Inflasi pun menjadi permanen, bukan kejadian sementara.


Tiga Era Uang Global

Sejak abad ke-19, dunia melewati tiga era keuangan besar:

  1. Standar Emas Internasional (1871–1914)
    Semua mata uang ditambatkan pada emas. Perdagangan internasional tumbuh, didukung telegraf dan sistem kliring. Namun klaim emas berlipat ganda dibanding cadangan nyata. Saat Perang Dunia I pecah, negara mencetak uang besar-besaran, dan sistem runtuh.

  2. Bretton Woods (1944–1971)
    Setelah Perang Dunia II, AS jadi raksasa ekonomi. Dolar dipatok pada emas ($35 per ons), sementara mata uang lain dipatok pada dolar. Bank Dunia dan IMF lahir untuk menopang sistem. Namun antara 1950–1970, dolar yang beredar naik 3x lipat, cadangan emas AS terkuras. Pada 1971, Presiden Nixon menutup konversi dolar-emas.

  3. Petrodolar (1970-an – sekarang)
    AS membuat kesepakatan dengan Arab Saudi: minyak hanya dijual dalam dolar. Negara-negara lain otomatis butuh dolar untuk membeli energi. Sistem ini membuat dolar jadi cadangan global utama, memberi AS keunggulan geopolitik, tapi juga membuat negara lain bergantung.


Tren Besar: Sentralisasi dan Abstraksi

Dari cangkang hingga emas, dari cek hingga dolar minyak, pola besarnya sama: uang makin tersentralisasi dan makin abstrak.

Dulu uang punya bentuk nyata (emas, perak). Sekarang, uang hanya angka di layar bank. Nilainya tidak lagi ditentukan hukum alam, melainkan kebijakan bank sentral.

Hari ini ada lebih dari 160 mata uang berbeda. Hampir semuanya kehilangan nilai, cepat atau lambat. Beberapa runtuh total dalam hiperinflasi (Zimbabwe, Venezuela, Argentina). Bahkan negara maju pun tidak kebal: Eropa dan Jepang pernah hidup dengan obligasi bunga negatif, sementara AS menambah utang $8 triliun hanya dalam dua tahun (2020–2022).


Kerusakan Sistem

Kerusakan ini nyata dalam kehidupan sehari-hari:

  • Tabungan terkikis inflasi.
  • Upah stagnan dibanding harga barang.
  • Kekayaan terkonsentrasi pada segelintir orang dan institusi.

Masalahnya bukan sekadar individu jahat, tetapi sistem dengan insentif rusak. Selama sistem berbasis inflasi ini berlanjut, konsentrasi kekayaan, ketidakstabilan, dan krisis akan terus berulang.


Bitcoin: Uang Open Source

Di sinilah Bitcoin masuk. Tahun 2008, Satoshi Nakamoto memperkenalkan protokol uang digital peer-to-peer dengan pasokan tetap 21 juta koin.

Bitcoin menyelesaikan masalah klasik:

  • Transaksi bisa dikirim secepat cahaya.
  • Penyelesaian final, tanpa perantara.
  • Tidak ada otoritas tunggal yang bisa mencetak lebih banyak atau menyensor transaksi.

Bitcoin adalah buku besar global terbuka. Siapa pun bisa menjalankan node, siapa pun bisa menyimpan atau mengirim, bahkan hanya dengan mengingat 12 kata kunci pribadi. Selama 15 tahun, Bitcoin diuji berkali-kali, tetapi tetap menjadi jaringan paling aman, terdesentralisasi, dan likuid.


Persimpangan Masa Depan

Kini kita berada di persimpangan:

  • CBDC (Central Bank Digital Currency): efisien, tetapi memberi pemerintah kontrol penuh atas warga.
  • Bitcoin dan uang open source: arah berbeda, lebih transparan, deflasi, dan dikendalikan pengguna, bukan pejabat.

Kesimpulan

Pada akhirnya, uang adalah buku besar bersama. Pertanyaannya: siapa yang berhak mengaturnya?

  • Dulu masyarakat, lalu negara.
  • Kini, ada peluang giliran individu melalui sistem terbuka.

Seperti yang ditekankan Lyn Alden, memperbaiki uang berarti menjadikannya lebih transparan, terbuka, dan terdesentralisasi — agar kembali memperkuat individu, bukan merampas nilainya.

Disarikan dari video Lyn Alden - Di sini